Wednesday, May 7, 2014

Analisa Form dan Style Les Choristes




Sinopsis

            Seorang pemusik dan komposer yang gagal dalam hidupnya Clement Mathieu datang ke sebuah sekolah untuk anak-anak kebutuhan khusus bernama Fond de L’etang, disana dia berkerja sebagai pengawas asrama. Rachin kepala sekolah tersebut memiliki metode pembelajaran yang kurang baik menurut Mathieu, salah satu moto pembelajarannya adalah “Action-reaction”, oleh karena itu dia mencoba untuk merubah hal tersebut dengan mengajarkan anak-anak tentang musik dan membentuk sebuah paduan suara. Saat proses membuat paduan suara Mathieu menemukan seorang anak dengan bakat bernyanyi yang sangat baik yang bernama Pierre Morhange, anak tersebut memiliki Ibu yang cantik bernama Violette Morhange. Mathieu menyarankan Violette agar anaknya masuk ke dalam sekolah musik di Lyon.

Analisa Form

            Film Les Choristes (The Choir) secara bentuk naratif termasuk dalam tipe Sinema Hollywood Klasik berdasarkan analisa dari rumus sebagai berikut:
1.      Protagonis memiliki goal (tujuan), need (kebutuhan), dan desire (hasrat) yang jelas:
Tokoh protagonis dalam film Clement Mathieu memiliki goal (tujuan) yang jelas yaitu mengubah metode belajar di sekolah Fond de L’etang dibawah pimpinan kepala sekolah yang cukup keras dalam membuat peraturan, Rachin. Mathieu berhasil mengajarkan anak-anak untuk bernyanyi dan membentuk sebuah paduan suara, puncak pencapaian Mathieu dengan paduan suaranya terbukti pada saat grup paduan suara diundang oleh istri bangsawan yang mendanai sekolah tersebut untuk tampil dihadapannya.
Need (kebutuhan) Mathieu dalam menjalankan tujuannya yakni membentuk paduan suara selalu terpenuhi, Rachin menyetujui ide Mathieu untuk membentuk paduan suara. Bahkan disaat paduan suara dibubarkan sementara oleh Rachin, Mathieu tetap menjalankan latihan paduan suaranya dengan sembunyi di kamar anak-anak.
Desire (hasrat)  Mathieu setelah bertemu dengan Ibu Morhange yang cantik untuk mendapatkan hatinya tidak terpenuhi. Violette bertemu dengan lelaki lain seorang insinyur di Lyon.
2.      Perkembangan plot harus berdasarkan kaidah kausalitas (sebab-akibat):
Sebab-akibat dalam film ini sudah pasti sangat jelas dan ketat, sebagaimana moto pembelajaran yang diterapkan oleh Rachin yakni ”Action-reaction” artinya segala sesuatu pasti akan ada balasannya. Contohnya saat Morhange ketahuan oleh Rachin menggambar dirinya dan disertai kata-kata yang buruk, Rachin langsung mengatakan kepada Mathieu “Action... Reaction...” maka Morhange langsung dihukum dalam ruang kurungan. Hubungan sebab-akibat dalam film ini juga ada yang sangat luas dan apabila tidak diperhatikan dengan seksama tidak akan terlihat, yakni tindakan Mathieu saat membela anak-anak yang sebenarnya bersalah di depan Rachin, Mathieu justru membele mereka dan mengatakan mereka tidak bersalah dan melakukan apa-apa. Seperti saat Mathieu pertama kali masuk kelas dan tersandung lalu tasnya terjatuh dan dilempar-lempar oleh anak-anak, Rachin masuk ruangan dan menanyakan Mathieu apa yang telah mereka perbuat, Mathieu mengatakan tidak ada. Akibatnya anak-anak pun menyayangi Mathieu, disaat Mathieu dipecat dan meninggalkan sekolah, anak-anak mengirimkan surat perpisahan dengan pesawat kertas dan menyanyikan lagu-lagu yang diajarkannya di paduan suara.
3.      Terdapat closure (penyelesaian):
Setelah berhasil membuat paduan suara dan mengambil hati kepala sekolah, Mathieu justru dipecat karena mengajak anak-anak keluar dari lingkungan sekolah dan meninggalkan gedung sekolah yang akhirnya terbakar. Goal dan need Mathieu untuk mengubah metode pembelajaran di sekolah pun gagal, desire Mathieu untuk mendapatkan hati Violette pun juga gagal. Oleh karena itu film ini dapat dikatakan memiliki closure (penyelesaian) sad ending. Akan tetapi Mathieu tetap gagal dengan membanggakan, anak-anak sayang kepadanya dan usaha Mathieu saat mengembangkan bakat Morhange dalam bernyanyi dan bermusik berhasil, hal tersebut terbukti dimana diawal film setelah 50 tahun Mathieu dipecat dan pergi dari sekolah Morhange menjadi seorang yang besar dalam bidang musik.
4.      Sifatnya obyektif:
Plot atau alur cerita dalam film ini sangat jelas, mulai dari Pierre membaca buku harian lalu flashback ke masa dia masih kecil dan sekolah di Fond de L’etang, usaha Mathieu mengajarkan musik kepada anak-anak, Mathieu mengikutkan Morhange di beasiswa masuk sekolah musik Lyon, konflik-konflik yang terjadi, Mathieu dipecat dan Pepinot ikut bersamanya semuanya sangat jelas dan sangat memungkinkan penonton untuk paham apa maksud dari film ini.

Analisa Style

Mise en Scene

1.      Setting:
Setting lokasi dalam film ini khususnya pada scene sekolah dan asrama Fond de L’etang menggunakan kastil yang bernama Château de Ravel di daerah yang bernama Puy-dô-me, Perancis (http://en.wikipedia.org/wiki/ The_Chorus_(2004_film)). Sementara setting waktu pada saat flashback masa lalu Pierre di Fond de L’etang sekitar tahun 1949-an pasca perang dunia ke-II. Properti untuk mendukung keterangan waktu pun terlihat seperti pada pakaian, bel sekolah yang masih berupa lonceng yang dibunyikan secara manual, metronome yang masih menggunakan sistem mekanik belum digital, pulpen atau pena yang masih menggunakan tinta yang dicelupkan, dan lain sebagainya.
2.      Figur/Aktor:
Gerak dan ekspresi actor dalam ini masuk dalam kategori realisme yang artinya menggunakan metode dalam berakting. Seperti tokoh Pierre Morhange saat masa kecil yang diperankan Jean-Baptise-Maunier sangat menggambarkan seorang anak yang menyedihkan dan telah memiliki banyak musibah yang menimpanya, satu hal yang menarik dari pemeran Pierre Morhange adalah Jean-Baptise-Maunier adalah seorang penyanyi paduan suara, sang sutradara sengaja memilih seorang penyanyi asli untuk memerankan tokoh tersebut. Atau Pepinot masa kecil yang diperankan Maxence Perrin, menggambarkan seorang anak yang sudah ditinggal mati kedua orang tuanya karena perang dunia ke-II tapi masih menganggap orang tuanya hidup, jadi setiap hari Sabtu dia selalu menunggu kedatangan Ayahnya. Keaslian atau kemiripan aktor dalam gerak, ekspresi, dan cara bicara yang mendekati aslinya dikatakan sebagai realisme, hal ini dibuat dengan riset yang mendalam dari sang sutradara.
3.      Costume & Make-up:
Kostum yang dikenakan khususnya pada scene Fond de L’etang mengambil gaya tahun 40-an pasca perang dunia ke-II. Sementara make-up pun juga menyesuaikan antara anak-anak yang latar belakangnya anak-anak miskin dan keterbelakangan berbeda dengan para staf sekolah seperti Mr. Rachin sebagai kepala sekolah, begitu juga pun kostum dan make-up istri bangsawan yang latar belakangnya kelas menengah keatas. Untuk special efek dalam make-up salah satunya pada saat Maxence terbentur kaca ruang kesehatan mengenai pelipis matanya dan berdarah.
4.      Lighting:
Gaya tata cahaya yang digunakan rata-rata menggunakan high-key, low-key, dan mungkin sedikir 3 point lighting. Kualitas cahaya dalam film ini juga hampir semuanya soft. Salah satu contoh dalam film yang menggunakan low-key adalah saat siluet Mathieu dan Morhange di depan jendela atau saat Morhange dimasukkan kedalam ruang kurungan yang sumber cahayanya dari samping dimana highlight dominan pada bagian sebelah kiri muka Morhange. Shadow juga digunakan dalam film ini saat Mathieu didalam kamarnya.


Sinematografi

1.      Aspek Fotografik dari shot
a.       Karakteristik Imaji
Film stock yang digunakan adalah slow stock, karena hampir banyak scene terdapat di outdoor dan walaupun juga di dalam kelas tapi pada siang hari dimana cahaya matahari masuk dari luar jendela. Film yang digunakan dalam film ini adalah 35mm Kodak Vision2 500T 5218, Eastman EXR 50D 5245 dan menggunakan kamera Hawk Anamorphic Lenses (http://www.imdb.com/title/ tt0372824/technical?ref_=tt_dt_spec).
Eksposure hampir seluruhnya normal, hanya dibagian scene-scene malam atau pada scene yang menggunakan efek lighting sedikit terlihat under exposure.
Post-production film yang menggunakan seluloid diproses kedalam Digital Intermediate (master format) lalu dijadikan ke bentuk print 35mm lagi dalam bentuk film utuh dan sudah jadi.
b.      Kecepatan gerak
Kecepatan gerak dalam film seluruhnya normal (24 fps), tidak ada efek-efek khusus seperti slow motion, fast motion, maupun freeze frame.
c.       Perspektif
Focal length lensa yang digunakan normal (35-50mm), tidak ada distorsi dalam gambar dan garis-garis horizontal maupun vertikal masih terlihat lurus dan tegak.
Depth of Field dalam film ini rata-rata pendek atau tipis, agar fokus penonton pada tokoh tertentu dalam film mengingat khususnya pada tokoh anak-anak hanya sebagian anak yang menjadi Point of Interest dalam penceritaan film. Sementara penggunan fokus dalam film ini menggunakan seluruh kemungkinan macam fokus yakni selective focus, depth of focus, dan racking focus.
2.      Framing
a.       On-screen & off-screen space
Dalam film ini off-screen space tidak berperan pada on-screen space melainkan digantikan peran editing atau montage melalui decoupage antar shot.
b.      Ukuran & bentuk frame
Ukuran dan bentuk frame dalam film ini berformat HDTV yakni 16:9 dan menggunkan aspect ratio 1:2.35 cinemascope.
c.       Distace, angle, height, level
Angle dan level kamera dalam pengambilan gambar dalam film ini rata-rata straight angle dan eye level, sementara ketinggian kamera dari tanah menyesuaikan tinggi tokoh dalam mise en scene. Distance atau type of shot dalam film rata-rata menggunakan full shot, medium shot, dan close up.
d.      Mobile frame
Pergerakan kamera dalam film ini menggunakan seluruh kemungkinan pergerakan standar pada kamera seperti pan right-left, tilt up-down, tracking, crane, dan handheld.
3.      Durasi shot
Film ini menggunakan konsep montage atau banyak shot untuk membangun sebuah scene dan cerita, oleh karena itu dibutuhkan editing untuk mengkonstruksikannya.

Editing

            Film ini menggunakan gaya editing continuity, dimana kontinuitas antar shot menghasilkan pergerakan yang halus dan menghilangkan kesan interupsi atau patah-patah. Berikut beberapa prinsip continuity editing berdasarkan dimensi-dimensi didalam editing.
1.      Dimensi Grafis
Elemen grafis yang digunakan sebagai penyambung antar shot yang berbeda dalam film ini terdapar pada awal scene dimana Pierre sedang membaca buku harian milik Mathieu dan membuka halaman pertama yang ada gambar gerbang Fond de L’etang lalu shot ini dissolve dengan shot gerbang Fond de L’etang yang asli dan Mathieu muncul dalam frame.
2.      Dimensi ritmis
Type of shot digunakan dalam dimensi ini untuk menghubungkan antar shot, dimana long shot yang bertindak sebagai master dan memiliki durasi shot yang paling panjang lalu di-insert dengan shot-shot medium shot dan close up yang durasinya lebih pendek dari master.
3.      Dimensi spasial/ruang
Editing di dalam film ini juga menggunakan dimensi ruang untuk menghubungkan antar shot seperti kaidah 180 derajat dan shot reverse-shot pada saat dua orang saling berhadapan berbicara, establish sebagai master shot, dan eye-line match.
4.      Dimensi temporal
Secara temporal order dalam film ini terdapat flashback saat Pierre membaca buku harian kembali ke masa lalu di Fond de L’etang dan temporal duration terdapat montage sequence saat proses pembelajaran anak-anak bernyanyi di paduan suara didalamnya banyak kumpulan shot mulai dari Mathieu sedang menulis musik, anak-anak bermain, kegiatan-kegiatan lainnya di sekitar sekolah tiap harinya dijadikan dalam satu sequence menggunakan efek transisi dissolve dan fade.

Suara

1.      Unsur-unsur suara dalam film
a.       Speech
Dalam film ini pembicaraan dalam film lebih banyak menggunakan dialog dan monolog. Monolog dalam film ini adalah saat Pierre membaca buku diari lalu flashback, terdengar ucapan yang sama tapi dengan suara yang berbeda yakni suara Mathieu. Selanjutnya di setiap pergantian sequence atau pada adegan-adegan khusus seperti saat Dr. Dervaus membacakan kriteria batas kesehatan jiwa seorang anak terdengar suara Mathieu tapi pada layat Mathieu tidak mengucapkan sepatah kata apapun.
b.      Musik
Musik ilustrasi dalam film ini sebagian adalah fungsional, artinya untuk mendukung sebuah adegan seperti pada saat Mathieu pulang ke sekolah setelah bertemu dengan Violette yang ternyata telah bertemu dengan seoran pria di Lyon, perasaan kecewa dan putus asa yang dirasakan Mathieu dipertebal dengan musik. Sementara itu dalam film ini juga lebih banyak musik yang secara natural muncul, yakni saat anak-anak berlatih paduan suara. Nyanyian anak-anak menjadi ilustrasi musik di shot-shot selanjutnya (montage sequence).
c.       Efek
Efek suara didalam film ini rata-rata fungsinya untuk menggambarkan ruang dalam film, seperti efek suara dentingan piring di ruang makan atau efek suara gedung terbakar saat asrama terbakar ditinggal oleh Mathieu dan anak-anak, dan lain sebagainya.
2.      Dimensi suara
a.       Ritmis
Ritme dalam film ini salah satunya pada saat Mathieu dipecat dan keluar meninggalkan sekolah, dimana dia melihat banyak pesawat kertas di tanah terdengar anak-anak bernyanyi dengan cepat dan mengayun berirama ¾ membuat efek kebahagian dan sekaligus kekacauan yang membuat Rachin dibuat pusing oleh suara mereka bernyanyi.
b.      Fidelity
Ketepatan suara didalam film ini dilakukan antara suara anak-anak bernyanyi dengan gerak bibir ketika anak-anak bernyanyi di dalam gambar. Sang sutradara Christoper Barratier tidak menggunakan anak-anak yang seluruhnya bisa bernyanyi di dalam film, oleh karena itu anak-anak di-direct dengan mengikuti dan membaca lirik nyanyian di belakang kamera (off-screen) saat dikelas ditulis di depan papan tulis.
c.       Temporal
Suara yang mendahului gambar dalam film ini salah satunya pada saat Rachin sedang mencabut bulu hidung terdengar suara meja dipukul-pukul dengan ritme yang teratur, setelah itu baru tampak gambar anak-anak sedang memukul-mukul meja.
d.      Spasial
Diegetic sound dalam film ini adalah dialog antar tokoh dan nyanyian anak-anak, sementara ada juga diegetic off-screen sound berupa monolog suara Mathieu. Unsur non-diegetic sound dalam film ini hanya berupa musik ilustrasi.

Pola/Pattern Style dan Fungsinya

Mise en Scene
§  Pola setting peristiwa yakni lokasi dan waktu yang digunakan dalam film ini adalah menggambarkan tempat dan waktu asrama dengan arsitektur jaman khas pasca perang dunia II. Fungsinya untuk mendukung aspek naratif sendiri, ditambah juga dengan properti yang sesuai.
§  Pola lainnya yang paling nampak terlihat adalah dari segi tata cahaya, salah satunya ketika Mathieu di dalam kamarnya saat malam hari. Efek siluet yang nampak dari luar jendela kamar Mathieu yang terlihat dari kamar anak-anak membuat efek khusus yang menarik. Fungsinya sebagai penggambaran bahwa Mathieu selalu ada untuk anak-anak, anak-anak selalu dapat melihat apa saja yang dikerjakan Mathieu khususnya saat dia menulis komposisi musik untuk paduan suara mereka.

Sinematografi
§  Ada beberapa shot yang mungkin dapat dikatakan long take seperti pada saat Mathieu sedang membaca tulisan anak-anak di kamar tidur atau saat anak-anak sedang berlatih paduan suara di ruang makan karena takut ketahuan oleh Rachin. Kamera track mundur selama beberapa detik dan berhenti seiring Rachin masuk kedalam frame. Fungsinya sebagai suspen dan surprise bagi penonton.
§  Pola lainnya adalah pada mobile frame atau gerak kamera, seperti pada umumnya pada adegan-adegan yang menggambarkan kepanikan atau kerusuhan dalam film kamera akan di mobile dengan handheld dan menghasilkan gambar yang shaky. Dalam film ini juga terlihat seperti pada saat tas kulit Mathieu diambil oleh anak-anak, saat Maxence terluka di ruang kesehatan, saat Rachin panik melihat gedung asrama terbakar, dan lain-lain.

Editing
§  Pola editing dalam film ini yang paling menarik adalah montage sequence yang merupakan rangkuman sequence proses belajar anak-anak bernyanyi di paduan suara. Pergantian antar shot dari anak-anak bernyanyi di dalam kelas, anak-anak bermain diluar kelas, kegiatan-kegiatan lainnya di lingkungan sekolah sangatlah dinamis. Pola ini muncul beberapa kali dalam film dengan lagu yang berbeda-beda, fungsinya untuk menggambarkan kematangan anak-anak dalam bernyanyi yang dari waktu ke waktu semakin baik.
§  Pola menarik lainnya adalah continuity editing dimensi spasial dalam kaidah 180 derajat dan shot reverse shot dimana ketika dua orang berdialog dan salah satu orang tersebut pindah posisi, aturan 180 derajatnya pun berubah. Fungsinya membuat penonton tidak merasa statis melainkan terus bergerak dan dinamis.

Suara

§  Pola suara dalam film ini yang paling dominan adalah musik, baik yang fungsional maupun natural. Bruno Coulais selaku komposer musik mengatur lagu dan musik didalam film sesuai dengan apa yang ada didalam gambar, baik dari segi emosi atau yang lainnya. Fungsi suara musik nyanyian paduan suara anak-anak sangatlah membangun dan mendukung emosi didalam film kepada penonton.

No comments

Post a Comment

© アダン
Maira Gall