Wednesday, July 23, 2014

Auteur of Timelapse


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perancis adalah pusat dari dunia perfilman yang lahir dan berkembang di Eropa. Sejak dua orang ilmuwan bersaudara Louis dan Auguste Lumiere mengembangkan sebuah alat untuk merekam gambar bergerak dan sekaligus memproyeksikan hasil perekaman gambar tersebut yang lalu dikenal sebagai cinematographe lumiere (1895). Lumiere bersaudara juga sudah mulai mempertontonkan hasil dari film-film yang telah mereka buat ke masyarakat umum di Grand Café, Paris.
Setelah itu beberapa filmmaker yang berasal dari Perancis pun mulai membuat film, diantaranya adalah George Melies yang pertama kalinya dalam sejarah sinema mengembangkan kemampuan dari kreatifitas yang bisa dihasilkan dari medium film dengan membuat film yang memiliki unsur naratif atau penceritaan serta memasukkan unsur mise en scene yang khas. Selain itu juga dalam sejarah sinema Perancis muncul salah seorang tokoh dari sebuah keluarga yang berlatar belakang pedagang sosis, yaitu Pathe Freres yang menciptakan awal dari terbentuknya sebuah industri film tersebesar di Eropa khususnya Perancis yang bernama Pathe.
Namun pasca Perang Dunia ke-I (1914-1918) industri perfilman di Perancis hancur, lalu muncul seorang tokoh yang bernama Louis Delluc yang mengatakan bahwa sinema Perancis harus menjadi sinema dan sinema Perancis harus menjadi Perancis. Hal tersebut memunculkan niat para pencinta dan pembuat film untuk menyaingi Hollywood, oleh karena itu lahir berbagai aliran seperti Impresionisme yang mengatakan bahwa kamera dan imaji yang dihasilkan dapat menghasilkan realitas yang berbeda ataupun Surrealisme yang mengatakan bahwa film disamakan seperti mimpi yaki tidak memiliki sebab-akibat yang logis dan diorientasi ruang, dan Realisme Poetik yang menceritakan kehidupan kaum marginal yang sangat berat dengan menggunakan gaya visual yang puitik. Semua itu adalah usaha Perancis untuk menemukan serta menciptakan identitas atau ciri khas dari sinema nasional mereka yang sangat kuat pengaruhnya dengan seni (film as art).
“In 1920s France. Industrial cinema was in crisis. Hollywood was flooding the market and in 1926 produced 725 films, Germany made over 200, but France produced only 55, many made by small companies. As would be the pattern throught the course of film history, successful nation films tended to be the smaller and more distinctive ones that attempted to challenge romatic cinema. However, in the case of 1920s France, naturalism was not the most important means of attack. Influenced by the impressionist painting of Claude Monet and Camille Picasso and the writings of Charles Baudelaire, filmmaker such as Germaine Dulac, Abel Gance, Jean Epstein and Marcel L’Herbier tried to capture the complexity of people’s perception of the real world and the way in which mental images repeat and flash before our eyes (Cousins 2004: 90).

Berpuluh-puluh tahun setelahnya atau pada tepatnya pasca Perang Dunia ke-II (1950an). Dunia perfilman Perancis semakin berkembang dengan lahirnya film sebagai ilmu pengetahuan yang masuk ke berbagai universitas (kajian film), hal tersebut dapat terjadi karena keinginan besar masyarakat Perancis untuk memajukan sinema mereka. Oleh karena itu muncul lah sekolompokan orang yang sangat mencintai sinema, kehidupan mereka sehari-hari hanya untuk sinema, sehari-harinya mereka datang ke Art House atau Kineforum untuk menonton film dan mendiskusikannya, orang-orang ini diistilahkan dengan cinephille.
Dengan adanya cinephille di Perancis, selain munculnya Art House atau Kineforum muncul juga majalah-majalah atau jurnal-jurnal yang membahas tentang film, salah satunya adalah Cahiers du Cinema. Seorang tokoh pengamat film bernama Andre Bazin di salah satu edisi dari majalah Cahiers menulis sebuah artikel yang berjudul Politique des Auteurs” tentang definisi Auteur Theory, dia menuliskan bahwa seorang sutradara film dapat dikatakan auteur apabila sutradara tersebut mampu memperlihatkan konsistensi gaya (style) dan tematik didalam film-filmnya. Oleh karena itu teori auteur dapat dikatakan adalah sebuah teori perfilman yang memandang sutradara adalah faktor terbesar yang menentukan kualitas dari film tersebut.

© アダン
Maira Gall