Sinopsis
Seorang pemusik dan komposer yang gagal dalam hidupnya
Clement Mathieu datang ke sebuah sekolah untuk anak-anak kebutuhan khusus
bernama Fond de L’etang, disana dia berkerja sebagai pengawas asrama. Rachin
kepala sekolah tersebut memiliki metode pembelajaran yang kurang baik menurut
Mathieu, salah satu moto pembelajarannya adalah “Action-reaction”, oleh karena itu dia mencoba untuk merubah hal
tersebut dengan mengajarkan anak-anak tentang musik dan membentuk sebuah paduan
suara. Saat proses membuat paduan suara Mathieu menemukan seorang anak dengan
bakat bernyanyi yang sangat baik yang bernama Pierre Morhange, anak tersebut
memiliki Ibu yang cantik bernama Violette Morhange. Mathieu menyarankan
Violette agar anaknya masuk ke dalam sekolah musik di Lyon.
Analisa Form
Film Les Choristes (The Choir) secara bentuk naratif
termasuk dalam tipe Sinema Hollywood Klasik berdasarkan analisa dari rumus
sebagai berikut:
1.
Protagonis
memiliki goal (tujuan), need (kebutuhan), dan desire (hasrat) yang jelas:
Tokoh protagonis dalam
film Clement Mathieu memiliki goal
(tujuan) yang jelas yaitu mengubah metode belajar di sekolah Fond de L’etang
dibawah pimpinan kepala sekolah yang cukup keras dalam membuat peraturan,
Rachin. Mathieu berhasil mengajarkan anak-anak untuk bernyanyi dan membentuk
sebuah paduan suara, puncak pencapaian Mathieu dengan paduan suaranya terbukti
pada saat grup paduan suara diundang oleh istri bangsawan yang mendanai sekolah
tersebut untuk tampil dihadapannya.
Need
(kebutuhan) Mathieu dalam menjalankan tujuannya yakni membentuk paduan suara
selalu terpenuhi, Rachin menyetujui ide Mathieu untuk membentuk paduan suara.
Bahkan disaat paduan suara dibubarkan sementara oleh Rachin, Mathieu tetap
menjalankan latihan paduan suaranya dengan sembunyi di kamar anak-anak.
Desire
(hasrat) Mathieu setelah bertemu dengan
Ibu Morhange yang cantik untuk mendapatkan hatinya tidak terpenuhi. Violette
bertemu dengan lelaki lain seorang insinyur di Lyon.
2.
Perkembangan
plot harus berdasarkan kaidah kausalitas (sebab-akibat):
Sebab-akibat dalam film
ini sudah pasti sangat jelas dan ketat, sebagaimana moto pembelajaran yang
diterapkan oleh Rachin yakni ”Action-reaction”
artinya segala sesuatu pasti akan ada balasannya. Contohnya saat Morhange
ketahuan oleh Rachin menggambar dirinya dan disertai kata-kata yang buruk,
Rachin langsung mengatakan kepada Mathieu “Action...
Reaction...” maka Morhange langsung dihukum dalam ruang kurungan. Hubungan
sebab-akibat dalam film ini juga ada yang sangat luas dan apabila tidak diperhatikan
dengan seksama tidak akan terlihat, yakni tindakan Mathieu saat membela
anak-anak yang sebenarnya bersalah di depan Rachin, Mathieu justru membele
mereka dan mengatakan mereka tidak bersalah dan melakukan apa-apa. Seperti saat
Mathieu pertama kali masuk kelas dan tersandung lalu tasnya terjatuh dan
dilempar-lempar oleh anak-anak, Rachin masuk ruangan dan menanyakan Mathieu apa
yang telah mereka perbuat, Mathieu mengatakan tidak ada. Akibatnya anak-anak
pun menyayangi Mathieu, disaat Mathieu dipecat dan meninggalkan sekolah,
anak-anak mengirimkan surat perpisahan dengan pesawat kertas dan menyanyikan
lagu-lagu yang diajarkannya di paduan suara.
3.
Terdapat closure (penyelesaian):
Setelah berhasil
membuat paduan suara dan mengambil hati kepala sekolah, Mathieu justru dipecat
karena mengajak anak-anak keluar dari lingkungan sekolah dan meninggalkan
gedung sekolah yang akhirnya terbakar. Goal
dan need Mathieu untuk mengubah
metode pembelajaran di sekolah pun gagal, desire
Mathieu untuk mendapatkan hati Violette pun juga gagal. Oleh karena itu film
ini dapat dikatakan memiliki closure
(penyelesaian) sad ending. Akan
tetapi Mathieu tetap gagal dengan membanggakan, anak-anak sayang kepadanya dan
usaha Mathieu saat mengembangkan bakat Morhange dalam bernyanyi dan bermusik
berhasil, hal tersebut terbukti dimana diawal film setelah 50 tahun Mathieu
dipecat dan pergi dari sekolah Morhange menjadi seorang yang besar dalam bidang
musik.
4.
Sifatnya
obyektif:
Plot atau alur cerita
dalam film ini sangat jelas, mulai dari Pierre membaca buku harian lalu flashback ke masa dia masih kecil dan
sekolah di Fond de L’etang, usaha Mathieu mengajarkan musik kepada anak-anak,
Mathieu mengikutkan Morhange di beasiswa masuk sekolah musik Lyon,
konflik-konflik yang terjadi, Mathieu dipecat dan Pepinot ikut bersamanya
semuanya sangat jelas dan sangat memungkinkan penonton untuk paham apa maksud
dari film ini.
Analisa Style
Mise en Scene
1. Setting:
Setting lokasi dalam film ini khususnya
pada scene sekolah dan asrama Fond de L’etang menggunakan kastil yang bernama
Château de Ravel di daerah yang bernama Puy-dô-me, Perancis (http://en.wikipedia.org/wiki/
The_Chorus_(2004_film)). Sementara setting waktu pada saat flashback
masa lalu Pierre di Fond de L’etang sekitar tahun 1949-an pasca perang dunia
ke-II. Properti untuk mendukung keterangan waktu pun terlihat seperti pada
pakaian, bel sekolah yang masih berupa lonceng yang dibunyikan secara manual,
metronome yang masih menggunakan sistem mekanik belum digital, pulpen atau pena
yang masih menggunakan tinta yang dicelupkan, dan lain sebagainya.
2. Figur/Aktor:
Gerak dan ekspresi actor dalam ini masuk
dalam kategori realisme yang artinya menggunakan metode dalam berakting.
Seperti tokoh Pierre Morhange saat masa kecil yang diperankan
Jean-Baptise-Maunier sangat menggambarkan seorang anak yang menyedihkan dan
telah memiliki banyak musibah yang menimpanya, satu hal yang menarik dari
pemeran Pierre Morhange adalah Jean-Baptise-Maunier adalah seorang penyanyi
paduan suara, sang sutradara sengaja memilih seorang penyanyi asli untuk
memerankan tokoh tersebut. Atau Pepinot masa kecil yang diperankan Maxence
Perrin, menggambarkan seorang anak yang sudah ditinggal mati kedua orang tuanya
karena perang dunia ke-II tapi masih menganggap orang tuanya hidup, jadi setiap
hari Sabtu dia selalu menunggu kedatangan Ayahnya. Keaslian atau kemiripan
aktor dalam gerak, ekspresi, dan cara bicara yang mendekati aslinya dikatakan
sebagai realisme, hal ini dibuat dengan riset yang mendalam dari sang
sutradara.
3. Costume
& Make-up:
Kostum yang dikenakan khususnya pada
scene Fond de L’etang mengambil gaya tahun 40-an pasca perang dunia ke-II.
Sementara make-up pun juga menyesuaikan antara anak-anak yang latar belakangnya
anak-anak miskin dan keterbelakangan berbeda dengan para staf sekolah seperti
Mr. Rachin sebagai kepala sekolah, begitu juga pun kostum dan make-up istri
bangsawan yang latar belakangnya kelas menengah keatas. Untuk special efek
dalam make-up salah satunya pada saat Maxence terbentur kaca ruang kesehatan
mengenai pelipis matanya dan berdarah.
4. Lighting:
Gaya tata cahaya yang digunakan
rata-rata menggunakan high-key, low-key, dan mungkin sedikir 3 point lighting. Kualitas cahaya dalam
film ini juga hampir semuanya soft.
Salah satu contoh dalam film yang menggunakan low-key adalah saat siluet Mathieu dan Morhange di depan jendela
atau saat Morhange dimasukkan kedalam ruang kurungan yang sumber cahayanya dari
samping dimana highlight dominan pada
bagian sebelah kiri muka Morhange. Shadow
juga digunakan dalam film ini saat Mathieu didalam kamarnya.
Sinematografi
1. Aspek
Fotografik dari shot
a. Karakteristik
Imaji
Film stock
yang digunakan adalah slow stock,
karena hampir banyak scene terdapat di outdoor dan walaupun juga di dalam kelas
tapi pada siang hari dimana cahaya matahari masuk dari luar jendela. Film yang
digunakan dalam film ini adalah 35mm Kodak Vision2 500T 5218, Eastman EXR 50D
5245 dan menggunakan kamera Hawk Anamorphic Lenses (http://www.imdb.com/title/
tt0372824/technical?ref_=tt_dt_spec).
Eksposure
hampir seluruhnya normal, hanya dibagian scene-scene malam atau pada scene yang
menggunakan efek lighting sedikit terlihat under
exposure.
Post-production
film yang menggunakan seluloid diproses kedalam Digital Intermediate (master
format) lalu dijadikan ke bentuk print 35mm lagi dalam bentuk film utuh dan
sudah jadi.
b. Kecepatan
gerak
Kecepatan
gerak dalam film seluruhnya normal (24 fps), tidak ada efek-efek khusus seperti
slow motion, fast motion, maupun freeze
frame.
c. Perspektif
Focal length
lensa yang digunakan normal (35-50mm), tidak ada distorsi dalam gambar dan
garis-garis horizontal maupun vertikal masih terlihat lurus dan tegak.
Depth of Field
dalam film ini rata-rata pendek atau tipis, agar fokus penonton pada tokoh
tertentu dalam film mengingat khususnya pada tokoh anak-anak hanya sebagian
anak yang menjadi Point of Interest
dalam penceritaan film. Sementara penggunan fokus dalam film ini menggunakan
seluruh kemungkinan macam fokus yakni selective
focus, depth of focus, dan racking focus.
2. Framing
a. On-screen
& off-screen space
Dalam
film ini off-screen space tidak berperan pada on-screen space melainkan digantikan
peran editing atau montage melalui decoupage
antar shot.
b. Ukuran
& bentuk frame
Ukuran
dan bentuk frame dalam film ini berformat HDTV yakni 16:9 dan menggunkan aspect ratio 1:2.35 cinemascope.
c. Distace,
angle, height, level
Angle
dan level kamera dalam pengambilan gambar dalam film ini rata-rata straight angle dan eye level, sementara ketinggian kamera dari tanah menyesuaikan
tinggi tokoh dalam mise en scene. Distance atau type of shot dalam film
rata-rata menggunakan full shot, medium shot, dan close up.
d. Mobile
frame
Pergerakan
kamera dalam film ini menggunakan seluruh kemungkinan pergerakan standar pada
kamera seperti pan right-left, tilt up-down, tracking, crane, dan handheld.
3. Durasi
shot
Film ini menggunakan konsep montage atau
banyak shot untuk membangun sebuah scene dan cerita, oleh karena itu dibutuhkan
editing untuk mengkonstruksikannya.
Editing
Film ini menggunakan gaya editing continuity, dimana kontinuitas antar
shot menghasilkan pergerakan yang halus dan menghilangkan kesan interupsi atau patah-patah. Berikut beberapa prinsip continuity editing berdasarkan
dimensi-dimensi didalam editing.
1. Dimensi
Grafis
Elemen grafis yang digunakan sebagai
penyambung antar shot yang berbeda dalam film ini terdapar pada awal scene
dimana Pierre sedang membaca buku harian milik Mathieu dan membuka halaman
pertama yang ada gambar gerbang Fond de L’etang lalu shot ini dissolve dengan shot gerbang Fond de
L’etang yang asli dan Mathieu muncul dalam frame.
2. Dimensi
ritmis
Type of shot digunakan dalam dimensi ini
untuk menghubungkan antar shot, dimana long
shot yang bertindak sebagai master dan memiliki durasi shot yang paling
panjang lalu di-insert dengan
shot-shot medium shot dan close up yang durasinya lebih pendek
dari master.
3. Dimensi
spasial/ruang
Editing di dalam film ini juga menggunakan
dimensi ruang untuk menghubungkan antar shot seperti kaidah 180 derajat dan
shot reverse-shot pada saat dua orang saling berhadapan berbicara, establish
sebagai master shot, dan eye-line match.
4. Dimensi
temporal
Secara temporal order dalam film ini
terdapat flashback saat Pierre membaca buku harian kembali ke masa lalu di Fond
de L’etang dan temporal duration terdapat montage sequence saat proses
pembelajaran anak-anak bernyanyi di paduan suara didalamnya banyak kumpulan
shot mulai dari Mathieu sedang menulis musik, anak-anak bermain,
kegiatan-kegiatan lainnya di sekitar sekolah tiap harinya dijadikan dalam satu
sequence menggunakan efek transisi dissolve dan fade.
Suara
1. Unsur-unsur
suara dalam film
a. Speech
Dalam
film ini pembicaraan dalam film lebih banyak menggunakan dialog dan monolog.
Monolog dalam film ini adalah saat Pierre membaca buku diari lalu flashback,
terdengar ucapan yang sama tapi dengan suara yang berbeda yakni suara Mathieu.
Selanjutnya di setiap pergantian sequence atau pada adegan-adegan khusus
seperti saat Dr. Dervaus membacakan kriteria batas kesehatan jiwa seorang anak
terdengar suara Mathieu tapi pada layat Mathieu tidak mengucapkan sepatah kata
apapun.
b. Musik
Musik
ilustrasi dalam film ini sebagian adalah fungsional, artinya untuk mendukung
sebuah adegan seperti pada saat Mathieu pulang ke sekolah setelah bertemu
dengan Violette yang ternyata telah bertemu dengan seoran pria di Lyon,
perasaan kecewa dan putus asa yang dirasakan Mathieu dipertebal dengan musik.
Sementara itu dalam film ini juga lebih banyak musik yang secara natural
muncul, yakni saat anak-anak berlatih paduan suara. Nyanyian anak-anak menjadi
ilustrasi musik di shot-shot selanjutnya (montage sequence).
c. Efek
Efek
suara didalam film ini rata-rata fungsinya untuk menggambarkan ruang dalam
film, seperti efek suara dentingan piring di ruang makan atau efek suara gedung
terbakar saat asrama terbakar ditinggal oleh Mathieu dan anak-anak, dan lain
sebagainya.
2. Dimensi
suara
a. Ritmis
Ritme
dalam film ini salah satunya pada saat Mathieu dipecat dan keluar meninggalkan
sekolah, dimana dia melihat banyak pesawat kertas di tanah terdengar anak-anak
bernyanyi dengan cepat dan mengayun berirama ¾ membuat efek kebahagian dan
sekaligus kekacauan yang membuat Rachin dibuat pusing oleh suara mereka
bernyanyi.
b. Fidelity
Ketepatan
suara didalam film ini dilakukan antara suara anak-anak bernyanyi dengan gerak
bibir ketika anak-anak bernyanyi di dalam gambar. Sang sutradara Christoper
Barratier tidak menggunakan anak-anak yang seluruhnya bisa bernyanyi di dalam
film, oleh karena itu anak-anak di-direct
dengan mengikuti dan membaca lirik nyanyian di belakang kamera (off-screen)
saat dikelas ditulis di depan papan tulis.
c. Temporal
Suara
yang mendahului gambar dalam film ini salah satunya pada saat Rachin sedang
mencabut bulu hidung terdengar suara meja dipukul-pukul dengan ritme yang
teratur, setelah itu baru tampak gambar anak-anak sedang memukul-mukul meja.
d. Spasial
Diegetic
sound dalam film ini adalah dialog antar tokoh dan nyanyian anak-anak,
sementara ada juga diegetic off-screen sound berupa monolog suara Mathieu.
Unsur non-diegetic sound dalam film ini hanya berupa musik ilustrasi.
Pola/Pattern
Style dan Fungsinya
Mise
en Scene
§ Pola
setting peristiwa yakni lokasi dan waktu yang digunakan dalam film ini adalah
menggambarkan tempat dan waktu asrama dengan arsitektur jaman khas pasca perang
dunia II. Fungsinya untuk mendukung aspek naratif sendiri, ditambah juga dengan
properti yang sesuai.
§ Pola
lainnya yang paling nampak terlihat adalah dari segi tata cahaya, salah satunya
ketika Mathieu di dalam kamarnya saat malam hari. Efek siluet yang nampak dari
luar jendela kamar Mathieu yang terlihat dari kamar anak-anak membuat efek
khusus yang menarik. Fungsinya sebagai penggambaran bahwa Mathieu selalu ada
untuk anak-anak, anak-anak selalu dapat melihat apa saja yang dikerjakan
Mathieu khususnya saat dia menulis komposisi musik untuk paduan suara mereka.
Sinematografi
§ Ada
beberapa shot yang mungkin dapat dikatakan long
take seperti pada saat Mathieu sedang membaca tulisan anak-anak di kamar
tidur atau saat anak-anak sedang berlatih paduan suara di ruang makan karena
takut ketahuan oleh Rachin. Kamera track mundur selama beberapa detik dan
berhenti seiring Rachin masuk kedalam frame. Fungsinya sebagai suspen dan
surprise bagi penonton.
§ Pola
lainnya adalah pada mobile frame atau gerak kamera, seperti pada umumnya pada
adegan-adegan yang menggambarkan kepanikan atau kerusuhan dalam film kamera
akan di mobile dengan handheld dan menghasilkan gambar yang shaky. Dalam film ini juga terlihat
seperti pada saat tas kulit Mathieu diambil oleh anak-anak, saat Maxence
terluka di ruang kesehatan, saat Rachin panik melihat gedung asrama terbakar,
dan lain-lain.
Editing
§ Pola
editing dalam film ini yang paling menarik adalah montage sequence yang merupakan rangkuman sequence proses belajar
anak-anak bernyanyi di paduan suara. Pergantian antar shot dari anak-anak
bernyanyi di dalam kelas, anak-anak bermain diluar kelas, kegiatan-kegiatan
lainnya di lingkungan sekolah sangatlah dinamis. Pola ini muncul beberapa kali
dalam film dengan lagu yang berbeda-beda, fungsinya untuk menggambarkan
kematangan anak-anak dalam bernyanyi yang dari waktu ke waktu semakin baik.
§ Pola
menarik lainnya adalah continuity editing dimensi spasial dalam kaidah 180
derajat dan shot reverse shot dimana ketika dua orang berdialog dan salah satu
orang tersebut pindah posisi, aturan 180 derajatnya pun berubah. Fungsinya
membuat penonton tidak merasa statis melainkan terus bergerak dan dinamis.
Suara
§ Pola
suara dalam film ini yang paling dominan adalah musik, baik yang fungsional
maupun natural. Bruno Coulais selaku komposer musik mengatur lagu dan musik
didalam film sesuai dengan apa yang ada didalam gambar, baik dari segi emosi
atau yang lainnya. Fungsi suara musik nyanyian paduan suara anak-anak sangatlah
membangun dan mendukung emosi didalam film kepada penonton.
No comments
Post a Comment