oleh Isa Ansari,
S.Ag., M.Hum
dirangkum kembali
oleh Rasyadan Muhammad (12112117)
Pengantar
Bagi
aliran kognitif (cognitive anthropology)
kebudayaan dipahami dalam dua strategi sebagaimana yang dikemukakan oleh
Kutowijoyo, pertama, kebudayaan dipahami dari luar ke dalam dimana keterkaitan
antara lingkungan fisik dengan sistem sosial dan berpengaruh pada sistem simbol.
Kedua, kebudayaan dipahami dari dalam keluar artinya sistem nilai berpengaruh
pada sistem simbol dan pada akhirnya akan berpengaruh pada sistem sosial
masyarakatnya. Pendapat tersebut tidak jauh beda dengan apa yang dikemukakan
oleh Greetz yang membagi dua pola dalam kebudayaan, yakni model of (model dari) dalam bentuk etika tingkah laku dan model for (model untuk) yang terkait
dengan aspek-aspek pendukung untuk bertindak dan bertingkah laku seperti nilai,
aturan-aturan, resep-resep, petunjuk-petunjuk dan lain sebagainya.
Dari
kedua pendapat tersebut ada hal menarik bahwa keduanya selalu berusaha untuk
menemukan inti (core) dari suatu
sistem kebudayaan. Inti dari sistem kebudayaan inilah yang menjadi titik pusat
dari fenomena kebudayaan suatu masyarakat. Namun hal yang perlu diperhatikan
adalah bahwa core dari budaya
bukanlah representasi (perwakilan) dari suatu sistem budaya, namun dia yang
menjadi pusat atau sentra suatu sistem budaya.
Orang Melayu dan Ritual Tolak Bala’
Sistem
budaya orang Melayu sangak lekat dengan Islam, dan salah satu core dari peribadatan orang Melayu
adalah tolak bala’. Ada beberapa hal
yang melatar belakangi bahwa core
peribadatan orang Melayu adalah tolak
bala’, pertama, fakta bahwa orang Melayu dalam kehidupan sehari-harinya
selalu berusaha menghindar dari bala’.
Kedua, praktik peribadatan orang Melayu yang bertujuan untuk menjauhi bala’. Ketiga, sistem sosial orang
Melayu yang dalam ritual tolak bala’
dapat ditemukan struktur sosial yang terkait dengan penempatan undangan yang
hadir dalam ritual tersebut berdasarkan pada status sosial.
Berangkat
dari fakta bahwa orang Melayu dalam kehidupan sehari-harinya selalu berusaha
menghindar dari bala’, untuk mentralisir
atau menolak hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan
membacakan doa tolak bala’ terutama
gangguan yang bersifat pribadi (personal). Sedangkan jika persoalan atau bala’ tersebut bersifat komunal atau
umum maka tolak bala’ dilakukan
dengan upacara.