MUSIK MARAWIS DAN PERKEMBANGANNYA
DI DAERAH PROPINSI JAWA BARAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kesenian merupakan
salah satu unsur dari suatu kebudayaan dan unsur tersebut harus terus
dipelihara keberadaan serta konsistensi dari bentuk kesenian tersebut, dari
awal mula kesenian tersebut lahir, berkembang di masyarakat sekitarnya, berubahnya
peran, fungsi dan bentuk penyajian yang diakibatkan perkembangan zaman, sampai
bagaimana kesenian tersebut mampu bertahan sebagai bentuk kebudayaan yang layak
dilestarikan.
Indonesia dikenal
sebagai tempat yang memiliki berbagai macam kebudayaan dan suku bangsa, baik
itu berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut menghasilkan
sebuah proses akulturasi budaya, dimana suatu kebudayaan yang dimiliki oleh
suatu suku bangsa mengalami proses interaksi dengan suku bangsa lainnya. Proses
interaksi antar suku bangsa tersebut menghasilkan sebuah pertukaran budaya,
dimana segala unsur kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa dan salah
satunya adalah kesenian, dapat tertular terhadap suku bangsa lainnya yang telah
melakukan proses interaksi begitupun sebaliknya. Maka dari rangkaian proses
pertukaraan budaya tersebut, masuklah bentuk-bentuk kesenian baru atau modern
yang lebih digemari oleh suatu kelompok masyarakat. Hal tersebut berdampak
mulai tersingkirnya segala bentuk kesenian yang sudah dimiliki sebelumnya,
dalam kasus lain justru berdampak pada berubahnya suatu bentuk kesenian yang
sudah menjadi tradisi karena bertambahnya unsur-unsur kesenian luar yang masuk melalui proses
akulturasi tersebut. Disisi lain hal tersebut tidak berdampak sedemikian buruk
karena segala bentuk kesenian itu sifatnya dinamis dimana artinya tidak
selamanya akan selalu seperti itu, faktor psikologi manusia seperti rasa bosan
perlu diperhatikan juga. Bentuk-bentuk kesenian baik itu merupakan sebuah
bentuk asli lalu menjadi tradisi ataupun merupakan hasil campuran dengan budaya
luar yang dapat menghasilkan nuansa dan semangat baru atas suatu bentuk
kesenian di suatu daerah dan hal tersebut membuat bertambahnya para peminat dan
pelaku seni yang orang-orangnya berasal dari masyarakat penikmat kesenian
tersebut juga.
Jawa Barat merupakan
salah satu propinsi di pulau Jawa yang memiliki banyak bentuk kesenian, bentuk
keseniannya ada yang berasal dari kesenian tradisi Jawa Barat dan ada juga yang
berasal dari luar seperti kesenian Islami. Rata-rata kesenian Islami di Jawa
Barat berasal dari negara-negara di timur tengah. Kesenian Islami mayoritas
berbentuk qasidah, nasyid, dan salah satunya adalah musik marawis.
Musik marawis adalah suatu bentuk kesenian
yang telah dikenal lama hidup dan dikenal oleh masyarakat Jawa Barat baik dari
kalangan para santri di pesantren maupun masyarakat secara umum. Jenis musik
ini berasal dari tradisi agama Islam yang secara umum disebut marawis. Menurut seorang penggiat marawis, Syahab (2007: 1).
Mengapa
dinamakan Marawis karena salah satu nama jenis alat yang digunakan dalam
pertunjukan tersebut adalah Marawis, jadilah nama untuk jenis musik dan tarian
tersebut dikenal di masyarakat dengan nama Musik Marawis (Sutarman, Skripsi,
2011: 2).
Marawis
masuk dan lalu menyebar di Indonesia melalui jalur perdagangan yang dimana di dalamnya
terjadi interaksi sosial antara masyarakat pribumi dalam kasus ini masyarakat
Indonesia dengan para pedagang dari negara timur tengah yang mayoritas pada
waktu itu terdiri dari para ulama. Tujuan mereka selain berdagang adalah
berdakwah, menyebarkan ajaran Islam melalui berbagai cara dan salah satu cara
yang digunakan adalah media seni musik marawis.
Bahkan cara ini pun digunakan oleh para Wali Songo sebagai alat bantu syiar
agama Islam di pulau Jawa (Sutarman, Skripsi, 2011: 2).
B.
Rumusan Masalah
Pertunjukan musik marawis pada awalnya ditampilkan hanya
pada hari-hari besar Islam, tetapi saat ini musik marawis sudah ditampilkan di berbagai macam acara, seperti
pernikahan, peresmian acara, acara ulang tahun seseorang atau suatu instansi
dan bahkan sampai di pusat perbelanjaan umum. Dilihat dari hal tersebut
menandakan bahwa musik marawis mampu
menyebar dan dengan cepat memiliki penikmat yang sangat banyak dari berbagai
kalangan.
Konsep pertunjukan marawis juga mengalami perubahan, pada
awalnya pertunjukan marawis itu
disajikan dengan memadukan antara nyanyian vokal yang berisi puji-pujian kepada
Allah atau sholawat kepada nabi dengan tetabuhan alat musik ritmis yang terdiri
dari instrumen: 1. Hajir (bentuknya
seperti alat musik beduk tetapi berukuran kecil, fungsinya menjaga kestabilan
ritme permainan), 2. Dumbuk atau Darbuka (bentuknya seperti alat musik Djembe dari Afrika tetapi berukuran
lebih kecil dan membrannya terbuat dari mika, fungsinya sebagai pemberi kode
untuk setiap perubahan di dalam lagu dan juga sebagai variasi), 3. Markis / Tamborin dan Cymbals, 4. Marawis (biasanya dimainkan oleh 4 sampai 8 orang atau lebih),
perpaduan tersebut juga kadang diikuti dengan tari-tarian berirama dilakukan
oleh beberapa penari laki-laki dengan gerakan sederhana. Pada saat ini musik marawis sudah dicampur dengan alat-alat
musik modern seperti: keyboard, flute atau suling, gitar, dan lain-lain.
Di dalam permainan marawis ada tiga jenis pukulan atau
bentuk ritme yang dimainkan untuk mengiringi vokal, yaitu: zapin, sarah dan zaefah. Zapin adalah teknik pukulan yang bertempo lambat, sarah adalah teknik memukul dengan tempo
sedang, dan zaefah memiliki tempo
yang lebih cepat dan menghentak disertakan agar permainan marawis lebih hidup lagi (Hermawan, Skripsi, 2011: 25).
Sementara dari aspek
peranan dan fungsi musik marawis itu
sendiri dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan yang signifikan. Peranan
dan fungsi tersebut dapat kita bagi menjadi dua yakni dakwah dan hiburan. Musik
marawis sebagai alat dakwah yang
berarti sesuai dengan tujuan para pembawanya yakni ulama-ulama dari timur
tengah, bahwa kesenian ini sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam kepada
masyarakat khususnya masyarakat Jawa Barat. Peranan dan fungsi sebagai media
dakwah tersebut disampaikan melalui dunia hiburan.
Beberapa perjalanan
perubahan dan eksistensi dari kesenian musik marawis yang dikemukakan di atas dapat menjadi tolak ukur sejauh
mana marawis berkembang secara konsep
permainan maupun pertunjukan, dan juga sejauh mana peranan dan fungsi marawis dapat bertahan di dalam
masyarakat khususnya masyarakat Jawa Barat dan sekitarnya.
C.
Tujuan
Musik marawis adalah salah satu kesenian yang
kita miliki, meskipun berasal dari luar Indonesia dan suku bangsa yang berbeda
pula. Tetapi tidak menjadi alasan untuk tidak melestarikan dan mempertahankan eksistensi
dari kesenian ini, dengan cara menjabarkan segala sesuatu yang terjadi dan lalu
berkembang di dalam masyarakat penikmat dan juga para pelakunya. Dari tujuan
yang secara menyeluruh tersebut dapat diambil beberapa poin penting menyangkut
tujuan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan asal mula munculnya kesenian musik marawis di daerah propinsi Jawa Barat.
2. Mendeskripsikan konsep dari pertunjukan dan
permainan musik marawis sekaligus
perkembangannya.
3. Mendeskripsikan fungsi dan peranan dari musik marawis di daerah propinsi Jawa Barat.
4.
Prospek dari
kesenian musik marawis kedepannya di
daerah propinsi Jawa Barat.
BAB II
MUSIK MARAWIS
DAN PERKEMBANGANNYA
A.
Asal Mula Marawis
Musik
marawis adalah salah satu bentuk
kesenian Islami, kesenian ini berbentuk lantunan syair yang berisi tentang
puji-pujian kepada Yang Maha Esa dan sholawat
kepada para nabi, lantunan tersebut diiringi oleh alat musik tetabuhan yang
bernama sama dengan kesenian ini yakni marawis.
Mengenai asal mula munculnya kesenian musik marawis
ini di dunia menurut sumber dari internet.
Kesenian musik marawis ini sudah berusia kurang
lebih 400 tahun yang semula berasal dari Kuwait, dan alat musik yang digunakan
untuk mengiringi nyanyian berbeda dengan sekarang dimana pada waktu itu
menggunakan semacam
sebuah rebana dengan berukuran cukup besar yang kedua sisinya dilapisi oleh kulit binatang (http://forum.kompas.com/musik/150753-mengenal-musik-marawis-indonesia.html
diunduh tanggal 31 Oktober 2012 jam 13.30).
Sumber
lainnya mengatakan bahwa kesenian musik marawis
di Indonesia dibawa oleh para pedagang dan ulama yang berasal dari Yaman. Para pedagang
dan ulama tersebut memiliki kesenangan terhadap kesenian musik, maka dari itu
mereka menyampaikan ajaran Islam atau yang kita kenal dengan istilah berdakwah
melalui sarana media kesenian musik juga (http://denmasdeni.
wordpress.com/2008/11/06/marawis-geliatnya-budaya-pinggiran-jakarta/ diunduh
tanggal 31 Oktober 2012 jam 13.18).
Kesenian
Islami ini berkembang di daerah Jawa Barat melalui kelompok-kelompok minoritas
yang ada di dalam masyarakat seperti terdapat di pesantren-pesantren, majelis-majelis
pengajian, kelompok organisasi masyarakat Islam, dan sebagainya. Melalui
kelompok-kelompok minoritas tersebut kesenian musik marawis ditampilkan dihadapan masyarakat Jawa Barat, pada setiap
acara hari-hari besar Islam di masing-masing daerah maupun acara-acara seperti
adanya festival marawis, pawai marawis, dan sebagainya. Oleh karena itu
kesenian musik marawis ini berkembang
dan memiliki banyak penikmat karena dapat disukai oleh masyarakat pada umumnya.
B.
Musik Marawis
Kata
marawis berasal dari kata marwas,
alat musik marwas digambarkan di
dalam ensiklopedia musik (1985: 112).
Sejenis genderang kecil yang dipukul untuk
menghasilkan bunyi, biasanya terbuat dari kayu, teras pohon Nangka atau batang
kelapa tua, berukuran enam sampai tujuh inci dengan jari-jari tiga sampai empat
inci, kedua sisinya ditutup dengan kulit Kambing atau kulit Sapi, berbentuk
kecil dengan tali pengikat yang gunanya untuk mengencangkan kedua sisi yang
ditutupi kulit, teknik tersebut sama dengan tali pengencang pada kendang, di
daerah Riau alat musik marwas digunakan untuk mengiringi tarian Japin
(Sutarman, Skripsi, 2011: 30).
Konsep dan struktur pertunjukan sekaligus permainan
yang disajikan oleh musik marawis di
daerah propinsi Jawa Barat kurang lebih secara garis besar terbagi menjadi
tiga, yakni vokal, musik dan tarian.
1.
Vokal
Nyanyian
yang dilantunkan pada kesenian musik marawis
berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan sholawat
kepada para nabi dengan menggunakan bahasa arab, terkadang juga nyanyian dilantunkan
menggunakan bahasa melayu yang berisi tentang nasihat-nasihat kehidupan.
Dinyanyikan oleh satu atau lebih laki-laki atau perempuan dengan solo atau
menggunakan backing vokal.
Pada perkembangannya nyanyian-nyanyian dalam musik marawis kadang sudah tidak Islami lagi,
lagu-lagu dari genre di luar religi dan Islami dinyanyikan, seperti lagu-lagu
yang berasal dari genre dangdut menceritakan tentang seorang istri yang
merindukan suaminya yang tidak pulang ke rumah atau lagu-lagu dari genre pop yang
menceritakan kisah percintaan sepasang kekasih. Fenomena ini sangatlah
bertentangan dengan awal mula musik marawis
masuk di Indonesia, dimana para pembawanya adalah para ulama yang memiliki misi
untuk menyebarkan agama Islam atau dalam kata lain sebagai media dakwah. Masalah
itulah yang membuat para pengamat kesenian Islam saat ini bingung atas peran
dan fungsi dari kesenian musik marawis
yang sudah bergeser cukup jauh, ditambah dengan makin banyaknya penikmat musik marawis dengan sajian yang sudah
menyimpang seperti itu.
2.
Musik
Seperti
yang telah dipaparkan di pendahuluan bahwa kesenian musik marawis dimainkan dengan alat-alat musik tetabuhan yang terdiri
dari beberapa instrumen, yaitu: hajir (dimainkan
oleh satu orang, berfungsi sebagai pengatur ritme permainan musik marawis), dumbuk atau darbuka (dimainkan oleh satu atau dua orang, fungsinya sebagai
pemberi kode untuk setiap perubahan di dalam lagu dan juga sebagai variasi), markis atau tamborin disertai cymbal dan marawis (biasanya dimainkan oleh 4 sampai 8 orang atau lebih). Pada perkembangannya kesenian
musik marawis mulai ditambah dengan
alat-alat musik modern seperti: gitar, keyboard,
suling, dan sebagainya. Perkembangan ini tidak terlalu berdampak buruk dengan
konsep musik marawis pada mulanya, tetapi
justru memberikan nuansa baru dari musik marawis
itu sendiri.
Struktur permainan marawis yang dipertunjukan biasanya diawali dengan pembukaan
instrumental (tanpa vokal), momen ini untuk menunjukkan kemahiran para pemain
dalam memainkan alat marawis.
Biasanya disaat festival atau lomba marawis
momen pembukaan tersebut diikuti dengan gerakan-gerakan sederhana sambil tetap
memainkan marawis. Selanjutnya
barulah masuk vokal yang mengucapkan salam pembuka dan lalu dilanjutkan dengan
lagu-lagu Islami diiringi musik marawis.
Pada saat rangkaian lagu yang dibawakan telah habis, kembali permainan
instrumental dari alat musik marawis
dipertunjukan, momen ini biasanya disebut penutup. Setelah permainan penutup
selesai barulah salam penutup dari penyanyi, kadang juga salam penutup
diucapkan terlebih dahulu sebelum permainan penutup dari marawis. Format pertunjukan inilah yang biasa dipakai saat
acara-acara resmi ataupun saat perlombaan marawis.
3.
Tarian
Pada dasarnya tarian di
dalam kesenian musik marawis hanyalah
salah satu cara untuk menikmati dari irama musik marawis, tarian tersebut berakar dari kesenian Japin. Bentuk tarian
yang dilakukan sebatas gerak sederhana meloncat, berkeliling, melangkah maju
dan mundur disertai tepukan tangan (Sutarman, Skripsi, 2011: 5).
Dari
tiga garis besar konsep pertunjukan kesenian musik marawis tersebut, sementara dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
perubahan sosial budaya masyarakat menuju era modern, tidak menutup kemungkinan
munculnya bentuk-bentuk baru dalam suatu kesenian dan salah satunya adalah
kesenian marawis. Hal itu didasari
oleh fakta bahwa seni pertunjukan tradisi yang sudah lama hidup (living tradition) telah difungsikan
sesuai dengan konteks sosial budaya modern saat ini, yaitu sebagai pertunjukan
sekuler yang fungsinya untuk keperluan hiburan (Sumardjo, 2001: 16 dalam
Sutarman, Skripsi, 2011: 39).
C.
Peran Dan Fungsi
Bagi
masyarakat penikmat kesenian musik marawis
khususnya di daerah propinsi Jawa Barat, mereka menerima marawis sebagai suatu bentuk pertunjukan
hiburan yang sejalan dengan hal itu juga para pemain atau pelaku dalam kesenian
musik marawis memainkan perannya
sebagai penyebar ajaran agama Islam atau dalam kata lain adalah berdakwah. Dari
proses komunikasi antara pemain dengan penikmat musik marawis tersebut terdapat peran dan fungsi yang secara garis besar
terbagi menjadi dua, yaitu dakwah dan hiburan.
Tujuan
dari kesenian musik marawis adalah
untuk menyebarkan ajaran Islam melalui media kesenian, hal tersebut didasari
dari isi konsep dakwah serta ajaran agama Islam bahwa sesama manusia haruslah
saling mengajarkan, menyeru, mengajak untuk beriman dan melakukan apa-apa yang
baik dan menjauhi apa-apa yang buruk di dunia ini, konsep ini dikenal dengan
istilah berbahasa arab yakni amar ma’ruf
nahi munkar, setiap manusia yang beriman berkewajiban untuk menegakkan tugas
suci ini dengan cara apa saja yang disanggupi (Gulen, 2011: 54).
Dilihat
dari perkembangannya di dalam masyarakat khususnya masyarakat Jawa Barat,
fungsi dan peran dari kesenian musik marawis
sebagai media dakwah tidak mengalami perubahan yang besar dalam arti secara
keseluruhan, dan pertunjukan musik marawis
pun masih memegang konteks sebagai sebuah kesenian Islami di mata masyarakat. Tetapi
dilihat dari tiga garis besar konsep dan struktur musik marawis yang sebelumnya sudah dipaparkan (vokal, musik dan tarian),
dimana seiring perubahan zaman dan aspek sosial budaya masyarakat khususnya
Jawa Barat menuju era modern, konsep dan struktur tersebut telah mengalami
perubahan dan pergeseran fungsi, marawis
yang semula bersifat profan atau dipertunjukan mengikat pada acara kegiatan
keagamaan Islam, berubah menjadi bersifat sekuler walaupun tidak total
(Sutarman, Skripsi, 2011: 39).
Tetapi
masalah pergeseran fungsi tersebut tidak mengakibatkan hilangnya konteks
kesenian Islami dari musik marawis di
pandangan masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat Jawa Barat, kesenian
musik marawis masih memegang fungsi
dan perannya secara istiqomah, bahwa
sebagai media dakwah yang disampaikan melalui dunia hiburan.
BAB III
PENUTUP
Suatu bentuk seni
pertunjukan dalam konteks berkembang memiliki arti bahwa kesenian tersebut
haruslah memperbanyak tersedianya segala kemungkinan untuk mengolah dan
memperbarui bentuk seni pertunjukan itu sendiri, usaha mengembangkan tersebut
haruslah dipandang sebagai usaha untuk penyiapan prasarana dan membuat
karya-karya baru tersebut juga berarti bagi sebanyak-banyaknya anggota
masyarakat (Sedyawati, 1981: 51).
Berbeda dengan bentuk
seni pertunjukan tradisi, bentuk tersebut haruslah dipertahankan sebagaimana
aslinya. Berikut ini pernyataan Edi Sedyawati mengenai perbedaan antara
mempertahankan seni pertunjukan tradisional dengan mengembangkan seni
pertunjukan.
…mempertahankan
seni pertunjukan tradisional berarti mempertahankan konteksnya yang berbagai
ragam itu dan memperkembangkan seni pertunjukan berarti pula memperkembangkan
konteks tersebut. Memperkembangkan
konteks ini bisa mengikuti dua kemungkinan arah: menuju kesatuan dan
keseragaman, atau mempertahankan keserbanekaan (1981: 51-52).
Dari
perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa seni pertunjukan yang sudah mentradisi
di dalam masyarakat tetap dapat mampu berkembang, baik dari bentuk fisik maupun
nonfisik. Tetapi sebelum itu perlu ditegaskan kembali bahwa maksud pengembangan
disini adalah tetap mempertahankan keanekaragaman bentuk suatu kesenian dan
mengembangkan konteks pertunjukan lebih luas menyesuaikan perkembangan zaman dan
tetap didasari hal-hal tradisi atau warisan yang ada.
Oleh karena itu
kesenian musik marawis di masyarakat
Jawa Barat yang konteksnya adalah kesenian Islami dan juga dapat dikategorikan
sebagai kesenian tradisi Indonesia karena kesenian tersebut sudah turun temurun
diwariskan dari generasi ke generasi untuk dimainkan dan dipertunjukkan, dapat
dikembangkan menyesuaikan perkembangan zaman sesuai seperti konsep pengembangan
seni pertunjukan tradisional. Bahwa konteks musik yang ada dalam kesenian
Islami marawis dapat dikembangkan,
fungsi dan peran musik marawis
sebagai media dakwah dapat diubah cara penyampaiannya mengikuti perkembangan
sosial budaya masyarakat khususnya di Jawa Barat. Seperti salah satu garis
besar dari konsep dan struktur pertunjukan kesenian marawis yakni vokal, dimana di dalam vokal lah inti dari segala
makna dan tujuan dari kesenian marawis.
Apabila dahulu kala vokal marawis
membawakan lagu-lagu yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan sholawat kepada para nabi menggunakan
bahasa arab, mungkin saat ini bisa dinyanyikan menggunakan lagu-lagu melayu
atau lainnya yang berbahasa Indonesia tetapi isinya masih menyangkut
pesan-pesan atau ajakan untuk beriman dan melakukan hal baik serta menjauhi hal
buruk sesuai konsep amar ma’ruf nahi
munkar.
Dari
konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kesenian musik marawis khususnya di
daerah propinsi Jawa Barat kedepannya dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman,
dengan tetap berpegangan dengan fungsi dan peran penting dari kesenian Islami.
Di sisi lain masyarakat penikmat pun dapat terus menikmati dan menyukai
kesenian musik marawis, karena
kesenian tersebut dapat berkembang menyesuaikan perkembangan zaman.
Daftar Pustaka
Gulen, Fethullah. 2011.
Dakwah: Jalan Terbaik dalam Berpikir dan
Menyikapi Hidup. Jakarta: Republika Penerbit
Hermawan, Fauzi Rahman.
2011. ”Pembelajaran Marawis di Ponpes Riyadlul Jannah Kebupaten Bekasi,”
Skripsi Progam Studi Pendidikan Seni Musik Universitas Pendidikan Indonesia
”Marawis, Geliatnya
Budaya Pinggiran Jakarta,” (2008). http://denmasdeni.
wordpress.com/2008/11/06/marawis-geliatnya-budaya-pinggiran-jakarta/
”Mengenal Musik
Marawis,” (2012). http://forum.kompas.com/musik/150753-mengenal-musik-marawis-indonesia.html
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan
Sutarman, Agus. 2011. ”Penyajian
Musik Marawis Pada Kegiatan Keagamaan di Pesantren Kudang Desa Limbangan Timur
Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut,” Skripsi Progam Studi Pendidikan Seni
Musik Unversitas Pendidikan Indonesia