Pada awal abad ke delapan belas, tinggalah seorang Daimyo bernama Asano Takami no Kami. Ia adalah kaisar istana Ako di Propinsi Hiarama. Seorang perwakilan dari istana Mikado dikirim untuk menghadap Shogun di Yedo, Takumi no Kami dan bangsawan lainnya Kamei Sama dipilih untuk menerima dan menyediakan sebuah penyambutannya, dan seorang pejabat tinggi bernama Kira Kotsuke no Suke, ditunjuk untuk mengajari mereka tentang upacara yang tepat untuk menyambut peristiwa tersebut. Kedua bangsawan tersebut terpaksa pergi ke istana setiap hari untuk mendengarkan petunjuk-petunjuk dari Kotsuke no Suke. Akan tetapi, Kotsuke no Suke adalah seseorang yang tamak akan uang dan ia sangat memperhitungkan hadiah yang selalu dibawa oleh kedua bangsawan tersebut atas petunjuk yang mereka dapatkan, karena sudah menjadi sebuah kebiasaan untuk menghargau waktu yang ada. Karena hadiah yang mereka bawa hanyalah barang-barang biasa dan tidak bernilai sama sekali, Koysuke no Suke tidak menyukai mereka, tapi ia tidak terlalu mengambil hati akan hal tersebut dan malah menjadikan mereka sebagai bahan olok-olokan. Takumi no Kami mampu menahan emosi karena ia melakukan semua ini berdasarkan ketaatannya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya, dan ia dapatkan dengan penuh kesabara, tapi Kamei Sama yang tidak bisa mengendalikan emosinya, menjadi sangat geram akan hal tersebut, dan berniat untuk membunuh Katsuko no Suke.
Suatu malam, ketika tugas mereka di istana sudah selesai, Kamei Sama kembali ke istananya, dan mengumpulkan semua anggota dewan untuk mengadakan rapat rahasia, dan ia berkata kepada mereka: “Katsuke no Suke telah menghina Takumi no Kami dan diriku selama tugas kami untuk menghadiri kedatangan utusan kerajaan. Semua ini telah melanggar etika kesopanan yang ada, dan aku berpikir untuk membunuhnya di tempat. Tapi aku berubah pikiran, jika aku melakukan hal semacam itu di halaman istana, tidak hanya aku saja yang akan kehilangan nyawa tapi juga keluargaku dan pelayanku akan dimusnahkan. Maka aku memutuskan untuk menundanya. Akan tetapi, tetap saja hidup dalam keadaan yang menyedihkan ini adalah kesengsaraan orang-orang, dan besok ketika aku pergi ke istana, aku akan membunuhnya. Aku sudah memutuskannya, dan aku tidak ingin mendengar ada yang membantahku.” Saat ia bebicara, wajahnya dipenuhi dengan kemarahan.
Tidak ada satupun dari anggota dewan Kamei Sama yang memiliki kemampuan untuk memberi keputusan yang hebat. Dan ketika ia melihat perilaku tuannya yang jelas menunjukkan bahwa bantahan atau keluhan hanyalah sia-sia, maka ia berkata: “Segala perkataan tuan adalah hukum. Pelayanmu akan melakukan segala persiapan sesuai dengan perintah, dan besok ketika kuasa tuan berada di istana, dan jika Kotsuke no Suke tetap bertindak kurang ajar, maka ia pantas mati.” Dan tuannya merasa senang dengan ucapannya ini dan iapun menunggu untuk datangnya hari esok dengan tidak sabar, yang mungkin ia akan kembali ke istana membunuh musuhnya.
Akan tetapi anggota dewan itu pulang ke rumah, dan merasa terganggu, dan memikirkan dengan cemas semua yang telah tuannya katakan. Dan setalah ia memikirkannya, karena Kotsuke no Suke terkenal dengan reputasinya sebagai orang pelit dan kikir, pastinya ia akan menerima uang suap, dan lebih baik untuk memberinya sejumlah uang, tidak peduli berapa banyak uang yang akan dikeluarkan daripada seluruh kehidupannya dan tuannya akan menjadi hancur. Maka ia mengumpulkan semua uang yang bisa ia kumpulkan dan memberikannya pada pelayannya untuk dibawa, dan malam-malam pelayan itu membawanya ke istana Kotsuke no Suke. Ketika tiba, pelayan itu memberikan uang tersebut dan berkata: “Tuanku, yang sekarang sedang ikut menghadiri kedatangan perwakilan dari Kerajaan, telah berhutang banyak terima kasih kepada Yang Mulia Kotsuke no Suke, yang telah bersusah payah untuk mengajari tentang upacara yang tepat pada penyambutan kedatangan wakil Kerajaan. Dan hadiah ini, hanyalah sebuah hadiah sederhana yang ia minta aku membawanya kemari, tapi ia berharap supaya atas kuasa tua, berkenan untuk menerimanya, dan ia ingin untuk menyenangkan hati tuan.” Karena hal tersebut, ia telah mengirimkan seribu ons perak untuk Kotsuke no Suke dan seratus ons untuk dibagikan ke para pengikutnya.
Ketika pelayan tersebut melihat uang tersebut, mata mereka berseri-seri karena kegembiraan, dan mereka mengucapkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya dan memohon kepada anggota dewan tersebut untuk menunggu sebentar, karena mereka akan melaporkan hal tersebut kepada tuan mereka yang dihadiahi oleh uang tersebut dengan sebuah pesan yang sangat sopan dari Kamei Sama. Kotsuke no Suke mengucapkan rasa terima kasih, ia berjanji jika besok ia akan memberi tuannya petunjuk etika dengan lebih hati-hati terutama untuk setiap hal yang berbeda. Maka anggota dewan itu ketika melihat kegembiraan orang pelit itu, ia kegirangan karena rencana berjalan dengan lancar. Dan ia pun pulang dengan penuh semangat. Akan tetapi, Kamei Sama, berpikir tentang bagaimana pengikutnya itu telah mangambil hati musuhnya, ia memikirkan dalam-dalam maksudnya untuk balas dendam, dan keesokan harinya di pagi hari ia pergi ke Istana untuk prosesi yang khidmat.
Ketika Kotsuke no Suke menemuinya, sikapnya sangat berubah dan tidak ada yang melebihi keramah-tamahannya tersebut. “Kamu datang ke Istana lebih awal hari ini, Tuanku Kamei.” Katanya. “Aku tidak bisa berhenti untuk mengagumi semangatmu. Dan hari ini, aku merasa sangat terhormat untuk dapat memberikanmu beberapa hal penting tentang etika. Dan aku harus memohon atas kuasamu untuk mengampuni aku atas tingkah laku ku sebelumnya, yang terlihat sangat kasar. Akan tetapi, pada dasarnya aku hanyalah terbawa oleh keadaan, jadi aku berdoa supaya kamu memaafkan aku.” Dan sikapnya yang terus merendahkan dirinya dan berbicara secara wajar, hati Kamei Sama perlahan-lahan mulai luluh dan ia melupakan niatnya untuk membunuh. Dan semua ini berkat kecerdikan dari para anggota dewannya yang telah menyelamatkan Kamei Sama dari kekacauan.
Tak lam setelah kejadian tersebut, Takumi no Kami, yang tidak mengirimkan hadiah, tiba di istana, dan Kotsuke no Suke menjadikannya sebagai bahan lelucon dan bahkan lebih parah dari sebelumnnya. Ia memberikannya cemoohan dan secara diam-diam ia menghina Takumi no Kami. Akan tetapi, Takumi no Kami tetap saja tidak memperdulikan semua hal ini dan dengan sabar ia mengikuti semua petunjuk yang telah diberikan Kotsuke no Suke.
Perlakuan ini, yang tidak akan memberikan pengaruh yang baik, hanya membuat Kotsuke ni Sike semakin merendahkannya, hingga pada akhirnya ia berkata dengan sangat sombong: “Disini, Tuanku Takumi, tali kaos kakiku sudah terlihat longgar, berbuat baiklah dengan mengikatkannya untukku.”
Takumi no Kami, walaupun terbakar oleh api kemarahan atas penghinaan tersebut, tapi tetap saja ia merasa bahwa ia sedang menjalankan tugas dan terikat dengan perintah yang harus ia taati, dan ia pun melakukan apa yang diminta oleh Kotsuke no Suke. Kemudian Kotsuke no Suke melihatnya dan berkata kepadanya: “Kenapa, betapa kakunya dirimu! Kamu tidak bisa mengikat tali kaos kaki dengan benar! Siapapun bisa melihat bahwa kamu adalah orang yang tidak punya sopan santun yang datang dari desa, dan tidak tahu apa-apa tentang tat krama di Yedo.” Maka dengan tawa penghinaan, ia pun masuk ke dalam.
Akan tetapi, kesabaran Takumi no Kami sudah habis dan penghinaan ini sudah tidak bisa ditanggungnya lagi.
“Berhenti sekarang juga, Tuanku!” Serunya.
“Hei, ada apa?” Jawab Kotsuke no Suke. Dan ketika ia berputar, Takumi no Kami mengeluarkan pisaunya, mengayunkan sebuah sabetan dan mengenai kepalanya. Kotsuke langsung lari, karena Kotsuke no Suke dilindungi oleh topi kerajaan (topi kebesaran) yang ia pakai, sabetan itu hanya menghasilkan sebuah goresan. Takumi no Kami mengejarnya dan mencoba untuk menusuknya tapi ia meleset dan malah mengenai pilar. Dan saat itu, seorang prajurit bernama Kajikawa Yosobei, melihat perkelahian tersebut, dengan segera mendekati mereka dan memegangi bangsawan yang sedang marah tersebut sehingga Kotsuke no Suke memiliki waktu untuk melakukan diri.
Kemudian hal tersebut menggemparkan dan membuat kacau situasi, dan Takumi no Kami ditahan dan dilucuti senjatanya, dan dikurung di salah satu ruangan istana di bawah pengawasan para sensor. Kemudian pengadilan pun dilaksanakan dan tahanan diserahkan atas perlindungan seorang Daimyo bernama Tamura Ukiyo no Daibu yang dijaga dengan penjagaan yang ketat di rumahnya sendiri. Dan keluarganya dan pengikutnya sedih melihat keadaan ini. Dan ketika pengambilan keputusan telah selesai, karena ia telah melakukan perbuatan yang kejam dengan menyerang seseorang, maka diputuskan bahwa ia harus bunuh diri dengan menusuk perut yang dilakukan dengan upacara harakiri. Seluruh harta bendanya disita begitu juga istana Ako miliknya dan keluarganya kacau. Para pengikutnya adalajh para ronin. Dan sepeninggal Takumi no Kami, sebagian dari mereka mengabdi pada Daimyo lain dan sebagian lagi memilih untuk menjadi pedagang.
Dan beberapa diantara pengikut tersebut adalah ketua dewan bernama Oishi Kuranosuke. Ia bersama empat puluh enam pengikut setia lainnya, membentuk sebuah perkumpulan untuk membalas dendam kematian tuan mereka dengan membunuh Kotsuke no Suke. Pada saat pertengkaran terjadi di istana Ako, ia sedang tidak ditempat, padahal jika dia berada disana bersama pangerannya, kejadian itu tidak akan pernah terjadi, karena ia adalah orang yang bijaksana yang mampu mengambil hati Kotsuke no Suke dengan mengiriminya hadiah yang ia sukai. Sedangkan para anggota dewan yang hadir pada saat itu adalah orang-orang yang lemah karena mereka tidak melakukan apapun untuk mencegah kejadian tersebut, tapi malah membiarkan semuanya terjadi dan menyebabkan kematian tuannya dan mengacaukan seluruh keluarganya.
Maka, Oishi Kuranosuke dan empat puluh tujuh ronin teman-temannya mulai menyusun rencana untuk balas dendam kepada Kotsuke no Suke. Akan tetapi, mereka mendengar kabar bahwa Kotsuke no Suke dijaga ketat oleh para prajurit yang dipinjam dari seorang Daimyo bernama Uyesugi Sama yang ia nikahi putrinya. Satu-satunya jalan yang bisa mereka lakukan adalah dengan menyingkirkan para penjaganya. Dengan tujuan ini, mereka berpencar dan melakukan penyamaran. Beberapa menjadi tukang kayu dan lainnya menjadi pedagang, dan ketua mereka Kuranosuke, pergi ke Kyoto dan membangun sebuah rumah disebuah daerah bernama Yamashina. Disana ia sering mengunjungi tempat-tempat untuk bersenang-senang, mabuk-mabukan dan berpesta pora, seolah-olah ia tidak pernah memikirkan pembalasan dendam. Sementara itu, Kotsuke no Suke mengira jika pengikut Takumi no Kami akan membalas dendam kepadanya. Oleh karena itu, secara diam-diam mengintai Kyoto dan mengawasi segala yang dilakukan oleh Kuranosuke. Kemudian untuk mengecoh musuh, ia sering bermain wanita dan minum-minuman keras. Suatu hari, ketika ia kembali ke rumah dalam keadaan sangat mabuk, ia jatuh tertidur di jalan, dan semua orang di jalan yang melihatnya, menertawakannya dengan mencemoohnya. Hal ini terjadi di saat orang Satsume lewat, melihat hal ini dan berkata: “Bukanlah ini adalah Oishi Kuranosuke, yang dulunya adalah seorang pengikut Asano Takumi no Kami dan yang tidak punya keinginan sama sekali untuk membalas dendam atas kematian tuannya tapi malah jatuh pada wanita dan anggur? Lihatlah bagaimana ia terbaring karena mabuk di jalan umum! Dasar orang tidak setia! Bodoh dan penakut! Sungguh tidak layak menyandang gelar seorang Samurai!”
Dan iapun menginjak wajah Kuranosuke yang sedang tertidur itu, dan meludahinya. Akan tetapi ketika mata-mata Kotsuke no Suke melaporkan hal ini ke Yedo, ia merasa sangat lega atas berita tersebut dan merasa terbebas dari bahaya.
Suatu hari, istri Kuranosuke yang sangat bersedih melihat suaminya yang mensia-siakan hidupnya, dating kepadanya, memohon kepadanya, untuk menghentikan penyamaran tersebut yang dianggapnya sudah terlalu jauh dan berkata “Tuanku, kamu pernah mengatakan kepadaku sebelumnya bahwa semua kesengsaraanmu ini hanyalah sebuah sebuah trik untuk menipu musuh supaya lengah dalam pengintaian. Akan tetapi, apa yang kau lakukan sudah terlalu jauh. Aku berdoa dan memohon kepadamu untuk mengendalikan dirimu.”
“Jangan ganggu aku” jawab Kuranosuke. “Karena aku tidak akan mendengarkan rengekanmu. Karena jalan hidupku tidak membuatmu senang, aku akan menceraikanmu, dan kamu boleh pergi dan urus urusanmu sendiri. Dan aku akan membeli beberap wanita cantik dan menikahi mereka untuk kesenanganku. Aku sudah tidak tahan melihat wanita tua sapertimu di rumahku, jadi kamu pergilah lebih cepat lebih baik.”
Setelah berkata demikian, dengan marah ia pergi, dan istrinya yang penuh ketakutan, memohon-mohon pengampunan.
No comments
Post a Comment