Saturday, March 24, 2012

Tulisan Pada Masa SD

Belum lama ini gua kembali teringat akan masa-masa SD. Terutama saat kita baru masuk dan duduk dikelas 1 SD, tentu kita ingat akan suatu pelajaran yang mempelajari menulis. Bukan seperti pas di TK kita disana juga belajar menulis tapi terbatas pengenalan huruf dan menulis tulisan Kapital. Di SD kita belajar menulis tulisan "tegak bersambung", kalau waktu itu Ibuku bilangnya tulisan Kasar dan Halus.

Pasti langsung pada inget kan? Iya, klo gak salah nama pelajarannya Menulis Halus/Menulis Tulisan Tegak Bersambung. Pelajaran ini dipelajari pada waktu itu dari tingak 1 SD sampai klo gak salah 2 SD, setelah itu sudah tidak dipelajari lagi.
Pertanyaanya mengapa?

Ala Transformers

Hai..
Ini sedikit projek iseng gua buat bikin animasi yang masih "cacad" (menurut gua -,-). Animasi kaya di pelem" Transformers. Nah, sekarang gua bikin animasi tentang angkatan di sekolah gua UNIVERSAL (Unity Fifteen Graduated Baitussalam).

Logo Universalnya gua bikin pake photoshop, tutorialnya di mbah Google buanyak kok. Terus buat animasinya gua pake slide transition-nya PowerPoint 2010, klo gak salah namanya "Vortex". Intinya tahap awal gua bikin animasi pake slide" di powerpoint. Trus gimana caranya dibikin video?

Nah, itu gampang. Lo tinggal save as aja, nanti dipaling bawah kotak save as ada pilihan lo mau nge-save itu file dengan format apa. Cari aja format *wmv (Windows Media Video) save deh. Nanti otomatis sendiri jadi video dengan format *wmv.

Buat sound effect robot berubah gitu (kaya di pelem Transformers), gua rekam dari pelem aslinya dengan Cubase SX 3. Terus gua edit dan mixing pake Cubase lagi, dengan hasil akhir formatnya *wav.
Dan terakhir, untuk menyatukan video format *wmv dari powerpoint dengan sound effect format *wav dari Cubase. Gua pake AVS Video Editor, dan videonya gua jadiin format *avi.

Panjang binti ribet ya caranya. xD
Ya intinya hasilnya lumayan keren kan. hehe..
Dengan berpegang prinsip: "Seadanya. Ya dimaksimalin.." :)
Jadilah video pendek ala Transfomers yang menurut gua masih payah. hehe.. :D


"Blender" - Aplikasi Pengolah Animasi 3D Open Source

Beberapa hari yang lalu saya iseng nyari aplikasi pengolah animasi 3D yang open source *alias gratis. :D

Dan akhirnya saya temukan namanya Blender (bukan  blender untuk bikin jus ya.. :P). Secara sekilas aplikasi ini cukup keren dan elegan, tapi dengan langsung disuguhkan tool-tool yang lumayan "ribet" dan kompleks saya harus searching google dan youtube untuk nyari tutorialnya.


Sampai saat ini saya baru bisa modelling objek dan animasiinnya, blom sampai ke pembuatan filmnya.

Untuk agan-agan sekalian yang pengen download dan install aplikasi ini. Datengin aja webnya di http://www.blender.org/ dan cari menu download, nanti disana tinggal pilih versi blendernya dari yang terlama sampai yang terbaru semua ada (untuk yang terbaru saat tulisan ini dibuat, ada versi 2.62). Besar filenya juga gak terlalu gede, cuma 25MB. Untuk tutorialnya bisa langsung diliat video-videonya di channel youtube Blender http://www.youtube.com/user/blendercookie.

Sip, cukup segini aja dulu. Selamat nyoba deh! :D


ini dia penampakan awal Blender v.2.62 

MAHA – SVARA

Oleh: Slamet Abdul Sjukur – Komponis
Kita punya telinga. Kita mendengar. Tapi seberapa jauh kita menguasai pendengaran? Di tengah semakin ramainya budaya kasat mata, kita menjadi asing terhadap telinga kita sendiri.
Ini pengalaman mengajar di Padepokan Lemah Putih di Solo. Kebanyakan siswanya orang asing dan beberapa pribumi. Ada yang dari Belanda, Denmark, Inggris, Jerman dan Mexico. Latar belakang mereka berbeda-beda. Seorang di antaranya adalah mahasiswa yang mengkhususkan diri mempelajari seni gerak dan filsafat Butoh Jepang. Seorang lain adalah koreografer yang sekaligus Direktur School for New Dance Development di Amsterdam. Lainnya pegawai kesejahteraan sosial, pemain teater, pelukis, guru, dokter, ahli shiatsu (pijat Zen), ahli osteopath (pembenahan kedudukan tulang dan syaraf), bahkan ada penari yang juga penjual gado-gado di Surabaya.
Orang-orang asing itu datang khusus ke Indonesia karena tertarik kepada ilmu yang dimiliki Suprapto Suryodarmo, karena itu mereka sebenarnya mempunyai bekal spiritual sungguh-sungguh.
Suprapto meminta saya mengajak mereka mengalami sendiri sesuatu yang awalnya saya anggap sangat pribadi serta tidak jelas apa yang mendorong saya melakukannya. “Sesuatu” itu sudah saya alami dulu, dan baru sekitar 20 tahun kemudian manfaat maupun maknanya menjadi terang. Itupun secara perlahan-lahan dan serba kebetulan.

Friday, March 23, 2012

DeKaVe

Istilah Desain Komunikasi Visual sudah sering didengar, namun masih saja banyak yang belum mengetahui sebanarnya istilah tersebut dan sejauh mana ruang lingkup hingga pengaruhnya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagian orang secara gampang mengartikan Desain Komunikasi Visual identik dengan tukang reklame atau pekerjaan tukang bikin iklan di sepanjang jalan dengan papan nama yang bertuliskan advertising “ menerima pesanan sepanduk satu jam jadi, cetak undangan, sablon dll. Itulah gambaran sekilas dari sebagian masyarakat kita, sehingga mereka memandang sebelah mata orang yang bergelut di dunia desain.

Ada juga sebagian orang yang mengira bahwa Desain Komunikasi Visual ( DKV ) itu identik dengan iklan. Memang tidaklah salah pernyataan tersebut, namun juga tidak sepenuhnya benar. Iklan hanya salah satu bidang yang dihasilkan oleh desain komunikasi visual.

Bagi kalangan praktisi periklanan dan dunia akademik di bidang komunikasi istilah ini telah dikenal, walaupun Desain Komunikasi Visual merupakan istilah yang baru. Kalangan akademis menyebutnya pun beragam, ada yang menyebut sebagai DKV (Dekave) atau DISKOMVIS, yang merupakan akronim dari Desain Komunikasi Visual.

Tanpa kita sadari bila melihat penampakan visual sekeliling kita, sebenarnya kehidupan sehari-hari kita dilingkupi oleh produk-produk bidang Desain Komunikasi Visual. Mulai dari kita bangun di pagi hari hingga terlelap di peraduan, desain komunikasi visual mengiringi kita sepanjang hari hidup kita, baik di perkotaan hingga pelosok pelosok desa di negeri ini bahkan dari ruang pribadi hingga ruang publik.


© アダン
Maira Gall